Aneh! Indah Nan Cantik, Kok Dibenci? (2)


Aneh! Indah Nan Cantik, Kok Dibenci? (2)
  1. Metode Beramal.

Syari’at Al Qur’an mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa beramal guna merealisasikan kepentingannya baik kepentingan dunia atau akhirat. Sebagaimana syari’at Al Qur’an telah menanamkan pada jiwa umatnya bahwa suatu keadaan yang ada pada mereka tidaklah pernah akan berubah tanpa melalui upaya dan perjuangan dari mereka sendiri. Langit tidaklah akan pernah menurunkan hujan emas dan perak, dan bumi tidaklah akan menumbuhkan intan dan berlian. Semuanya harus diupayakan dan diperoleh melalui perjuangan dan pengorbanan. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ الرعد 11

“Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Ar Ra’adu 11.

Syari’at Al Qur’an mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa memiliki semangat baja dan tidak kenal putus asa dalam beramal. Walau aral telah melintang, dan kegagalan telah dituai, akan tetapi semangat beramal tidaklah boleh surut atau padam. Berjuang dan berjuang, berusaha dan terus berusaha hingga keberhasilan dapat direalisasikan, itulah semboyan setiap seorang muslim dalam setiap usahanya. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ المؤمنون 51

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Al Mukminun 51 Dan pada ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَيْأَسُواْ مِن رَّوْحِ اللّهِ إِنَّهُ لاَ يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ يوسف 87

“dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. Yusuf 87.

Oleh karena itu sikap bermalas-malasan dan hanya menunggu uluran tangan orang lain, tidak pernah diajarkan dalam syari’at Al Qur’an. Syari’at Al Qur’an bahkan menganjurkan agar setiap muslim mampu menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi dirinya sendiri, keluarga dan juga masyarakatnya. Rasulullah bersabda:

(على كل مسلم صدقة. قيل: أرأيت إن لم يجد؟ قال: يعتمل بيديه فينفع نفسه ويتصدق. قال: قيل: أرأيت إن لم يستطع؟ قال: يعين ذا الحاجة الملهوف. قال: قيل له: أرأيت إن لم يستطع؟ قال: يأمر بالمعروف أو الخير. قال: أرأيت إن لم يفعل؟ قال: يمسك عن الشر، فإنها صدقة). رواه مسلم

“Wajib atas setiap orang muslim untuk bersedekah. Dikatakan kepada beliau: Bagaimana bila ia tidak mampu? Beliau menjawab: Ia bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia menghasilkan kemanfaatan untuk dirinya sendiri dan juga bersedekah. Dikatakan lagi kepadanya: Bagaiman abila ia tidak mampu? Beliau menjawab: ia membantu orang yang benar-benar dalam kesusahan. Dikatakan lagi kepada beliau: Bagaimana bila ia tidak mampu? Beliau menjawab: Ia memerintahkan dengan yang ma’ruf atau kebaikan. Penanya kembali berkata: Bagaimana bila ia tidak (mampu) melakukannya? Beliau menjawab: Ia menahan diri dari perbuatan buruk, maka sesungguhnya itu adalah sedekah.” RIwayat Muslim.

Dan pada hadits lain, beliau bersabda:

(المؤمن القوي خير وأحب إلي الله من المؤمن الضعيف وفي كل خير. احرص على ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجز، وإن أصابك شيء فلا تقل: لو أني فعلت كذا وكذا، لكان كذا وكذا، ولكن قل: قدر الله وما شاء فعل، فإن لو تفتح عمل الشيطان) رواه مسلم

“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dibanding seorang mukmin yang lemah, dan pada keduanya terdapat kebaikan. Senantiasa berusahalah untuk melakukan segala yang berguna bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah engkau menjadi lemah. Dan bila engkau ditimpa sesuatu, maka janganlah engkau berkata: seandainya aku berbuat demikian, demikian, niscaya akan terjadi demikian dan demikian, akan tetapi katakanlah: Allah telah mentaqdirkan, dan apa yang Ia kehendakilah yang akan Ia lakukan, karena ucapan “seandainya” akan membukakan (pintu) godaan syetan.” Muslim.

Syari’at Al Qur’an ini bukan hanya berlaku dalam urusan dunia, dan pekerjaan dunia, akan tetapi berlaku juga pada amalan yang berkaitan dengan urusan akhirat, yaitu berupa amalan ibadah. Hendaknya setiap muslim berjuang dan berusaha keras dalam menjalankan ibadah kepada Allah Ta’ala. Tidak cukup hanya beramal, akan tetapi antara sesama umat muslim saling berlomba-lomba dalam kebajikan dan amal sholeh:

وَلَوْ شَاء اللّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَـكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُم فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ إِلَى الله مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ  المائدة 48

“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” Al Maidah 48 Dan pada ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ {133} الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ {134} وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ  آل عمران 133-135

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri (berbuat dosa) mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui.” Ali Imran 133-135

Walau syari’at Al Qur’an menganjurkan umatnya untuk berlomba-lomba dalam mengamalkan kebajikan dan amal sholeh, akan tetapi syari’at Al Qur’an tidaklah melupakan berbagai keadaan yang sedang dan akan dialami oleh masing-masing manusia. Setiap orang pasti melalui berbagai fase dari pertumbuhan fisik, biologis, mental dan berbagai perubahan dan keadaan yang meliputinya. Oleh karena itu syari’at Al Qur’an senantiasa mengingatkan umatnya agar dalam beramal senantiasa memperhatikan berbagai faktor tersebut, sehingga tidak terjadi berbagai ketimpangan dalam kehidupan mereka, baik pada saat beramal atau pada masa yang akan datang. Rasulullah dalam banyak haditsnya telah menjelaskan dengan gamblang metode beramal semacam ini, diantaranya pada sabda beliau:

عن عائشة رضي الله عنها قالت: كان عندي امرأة من بني أسد، فدخل علي رسول الله  فقال: من هذه؟ قلت: فلانة لا تنام بالليل. تذكر من صلاتها. فقال: (مه، عليكم ما تطيقون من الأعمال، فإن الله لا يمل حتى تملوا وكان أحب الدين إليه ما داوم عليه صاحبه). متفق عليه

Dari sahabat ‘Aisyah radhiallohu ‘anha, ia menuturkan: Pada suatu hari ada seorang wanita dari Bani Asad sedang berada di rumahku, kemudian Rasulullah masuk ke rumahku, lalu beliau bertanya: Siapakah ini? AKupun menjawab: Fulanah, wanita yang tidak tidur malam. ‘Aisyah menyebutkan perihal sholat malam wanita tersebut. Maka Rasulullah bersabda: Tahanlah. Hendaknya kalian mengerjakan amalan yang kalian mampu (untuk melakukannya terus-menerus/istiqomah-pent) karena sesungguhnya Allah tidaklah pernah bosan, walaupun kalian telah bosan. Dan amalan (agama) yang paling dicintai oleh Alloh ialah amalan yang dilakukan dengan terus-menerus (istiqomah) oleh pelakunya.” Muttafaqun ‘alaih

Demikianlah Syari’at Al Qur’an mengajarkan umatnya dalam beramal, tidak malas dan tidak memaksakan diri sehingga mengerjakan suatu amalan yang tidak mungkin untuk ia lakukan dengan terus-menerus (istiqomah). Dan kisah berikut adalah kisah nyata akan hal ini:

Pada suatu hari Abdullah bin ‘Amer bin Al ‘Ash berkata: ” Seumur hidupku, aku akan sholat malam terus menerus dan senantiasa berpuasa di siang hari.” Tatkala rasulullah dilapori tentang ucapan sahabat ini, beliau memanggilnya dan menanyakan perihal ucapannya tersebut. Tatkala Abdullah bin ‘Amer bin Al ‘Ash mengakui ucapannya tersebut, Rasulullah bersabda kepadanya: “Engkau tidak akan kuat melakukannya, maka berpuasalah dan juga berbukalah (tidak berpuasa). Tidur dan bangunlah (sholat malam). Dan berpuasalah tiga hari setiap bulan, karena setiap kebaikan akan dilipatgandakan supuluh kalinya, dan yang demikian itu sama dengan puasa sepanjang tahun.” Mendengar yang demikian, Abdullah bin ‘Amer Al ‘Ash berkata: “Sesungguhnya aku mampu melakukan yang lebih dari itu” Beliau menjawab: “Puasalah sehari dan berbukalah dua hari”. Abdullah bin ‘Amer Al ‘Ash kembali berkata: “Sesungguhnya aku mampu melakukan yang lebih dari itu” Beliau menjawab: “Puasalah sehari dan berbukalah sehari, dan itulah puasa Nabi Dawud ‘alaihissalaam dan itulah puasa yang paling adil.”. Mendengar yang demikian, Abdullah bin ‘Amer Al ‘Ash berkata: “Sesungguhnya aku mampu melakukan yang lebih dari itu” Beliau menjawab: Tidak ada puasa yang lebih utama dari itu.”. Kemudian semasa tuanya Abdullah bin ‘Amer Al ‘Ash menyesali sikapnya tersebut dan beliau berkata: “Sungguh seandainya aku menerima tawaran puasa tiga hari setiap bulan yang disabdakan oleh Rasulullah , lebh aku sukai dibanding keluarga dan harta bendaku.” Kisah ini diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.

Oleh karena itu sebagian ulama’ menjelaskan bahwa metode yang benar dalam beramal agar dapat istiqomah sepanjang masa dan dalam segala keadaan:

اعمل وأنت مشفق ودع العمل وأنت تحبه

“Beramallah sedangkan engkau dalam keadaan khawatir, dan beristirahatlah dari beramal dikala engkau masih menyukai amalan tersebut (bersemangat untuk beramal).” Sebagian lainnya berkata:

إن هذا الدين متين فأوغلوا فيه برفق، ولا تبغضوا إلى أنفسكم عبادة الله، فان المنبت لا بلغ بعدا ولا أبقى ظهرا، واعمل على عمل امرىء يظن أن لا يموت إلا هرما، واحذر حذر امرىء يحسب أنه يموت غدا.

“”Sesungguhnya agama ini adalah kokoh, maka masukklah ke dalamnya dengan cara-cara yang lembut, danjanganlah sekali-kali engkau menjadikan amal ibadah kepada Allah dibenci oleh jiwamu, karena sesungguhnya orang yang memaksakan kendaraannya, tidaklah dapat mencapai tujuan dan juga tidaklah menyisakan tunggangannya. Beramallah bagaikan amalan orang yang yakin bahwa ia tidak akan mati kecuali dalam keadaan pikun (tua renta) dan waspadalah sebagaimana kewaspadaan orang yang yakin akan mati esok hari.” (Az Zuhdu oleh Ibnu Mubarak 469)

  1. Penegakkan Keadilan

Keadilan dalam syari’at Al Qur’an memiliki penafsiran yang amat luas, sehingga mencakup seluruh makhluq, bahkan mencakup keadilan kepada Allah Ta’ala. Yang demikian itu, karena keadilan dalam syari’at Al Qur’an adalah menunaikan setiap hak kepada pemiliknya, dan bukan berarti persamaan hak.

Untuk membuktikan apa yang saya utarakan ini, saya mengajar pembaca untuk merenungkan kisah berikut:

عن عون بن أبي جحيفة عن أبيه قال: آخى النبي  بين سلمان وأبي الدرداء، فزار سلمان أبا الدرداء، فرأى أم الدرداء متبذلة، فقال لها: ما شأنك؟ قالت: أخوك أبو الدرداء ليس له حاجة في الدنيا، فجاء أبو الدرداء فصنع له طعاما، فقال: كل. قال: فإني صائم. قال: ما أنا بآكل حتى تأكل. قال: فأكل، فلما كان الليل، ذهب أبو الدرداء يقوم، قال: نم، فنام، ثم ذهب يقوم، فقال: نم، فلما كان من آخر الليل، قال سلمان: قم الآن فصليا، فقال له سلمان: إن لربك عليك حقا ولنفسك عليك حقا ولأهلك عليك حقا، فأعط كل ذي حق حقه. فأتى النبي ، فذكر ذلك له، فقال النبي : صدق سلمان. رواه البخاري

“Diriwayatkan dari ‘Aun bin Abi Juhaifah, dari ayahnya, ia mengkisahkan: Nabi menjalinkan tali persaudaraan antara sahabat Salman (Al Farisy) dengan sahabat Abud Darda’, maka pada suatu hari sahabat Salman mengunjungi sahabat Abu Darda’, kemudian ia melihat Ummu darda’ (istri Abu Darda’ dalam keadaan tidak rapi, maka ia (sahabat Salman) bertanya kepadanya: Apa yang terjadi pada dirimu? Ummu Darda’-pun menjawab: Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak butuh lagi kepada (wanita yang ada di) dunia. Maka tatkala Abud Dardda’ datang, iapun langsung membuatkan untuknya (sahabat Salman) makanan, kemudian sahabat Salmanpun berkata: Makanlah (wahai Abu Darda’) Maka Abud Darda’ pun menjawab: Sesungguhnya aku sedang berpuasa. Mendengar jawabannya sahabat Salman berkata: Aku tidak akan makan, hingga engkau makan, makaAbud Darda’pun akhirnya makan. Dan tatkala malam telah tiba, Abud Darda’ bangun (hendak shalat malam, melihat yang demikian, sahabat Salman) berkata kepadanya: Tidurlah, maka iapun tidur kembali, kemudian ia kembali bangun, dan sahabat Salmanpun kembali berkata kepadanya: tidurlah. Dan ketika malam telah hampir berakhir, sahabat Salman berkata: Nah, sekarang bangun, dan shalat (tahajjud). Kemudian Salman menyampaikan alasannya dengan berkata: Sesungguhnya Tuhan-mu memiliki hak atasmu, dan dirimu memiliki hak atasmu, dan keluargamu juga memiliki hak atasmu, maka hendaknya engkau tunaikan setiap hak kepada pemiliknya. Kemudian sahabat Abud Darda’ datang kepada Nabi dan ia menyampaikan kejadian tersebut kepadanya, dan Nabi menjawabnya dengan bersabda: Salman telah benar. (HRS Bukhary).

Dikarenakan keadilan dalam syari’at Al Qur’an mencakup keadilan kepada Allah Ta’ala, mencakup keadilan kepada Allah Ta’ala, maka tidak heran bila Allah Ta’ala menyatakan bahwa perbuatan syirik adalah tindak kelaliman terbesar:

وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ البقرة 254

Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim”. (Al Baqarah 254) Dan pada ayat lain Allah berfirman:

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ  لقمان 13

“Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman 13)

Bila ada yang bertanya apa hak-hak Allah, sehingga kita dapat menunaikan hak-Nya dan tidak mendzolimi-Nya?

Maka jawabannya dapat dipahami dari ayat 13 surat Luqman di atas, dan juga lebih tegas lagi disabdakan oleh Nabi pada kisah berikut:

عن معاذ بن جبل قال: (كنت رديف النَّبيِّ  على حمارٍ فقال لي: يا معاذ، أتدري ما حق الله على العباد، وحقُّ العباد على الله؟ قلت: الله ورسوله أعلم، قال: حقُّ الله على العباد أنْ يعبدوه ولا يشركوا به شيئاً، وحقُّ العباد على الله أَنْ لا يعذِّبَ من لا يُشرك به شيئاً، قلت: يا رسول الله، أفلا أبشِّر النَّاس؟ قال: لا تبشِّرهم فيتَّكلوا) متفق عليه.

Muadz bin Jabal menuturkan:”Aku pernah dibonceng Nabi mengendarai keledai, lalu beliau bersabda kepadaku:: Wahai Muadz, tahukah kamu, apa hak Allah atas hamba-Nya, dan apa hak hamba atas Allah? Aku menjawab: Allah dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui. Beliaupun bersabda: Hak Allah atas hamba yaitu: supaya mereka beribadah kepada-Nya, dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan hak hamba atas Allah yaitu: Allah tidak akan mengazab orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Lalu aku bertanya: Ya Rasulullah, bolehkah aku sampaikan kabar gembira ini kepada para manusia? Beliau menjawab: Jangan kamu sampaikan kabar gembira ini, nanti mereka akan bertawakal saja (dan enggan untuk beramal).” (Muttafaqun ‘alaih).

Keadilan jenis inilah yang pertama kali harus ditegakkan dan diperjuangkan. Oleh karena itu tatkala Rasulullah bernegoisasi dengan salah satu delegasi orang-orang Quraisy, yang bernama ‘Utbah bin Rabi’ah pada perjanjian Hudaibiyyah, Rasulullah tidaklah menyeru mereka untuk meninggalkan kelaliman dalam harta benda, jabatan, atau yang lainnya. Beliau hanya menyeru agar orang-orang Quraisy meninggalkan kelaliman terhadap Allah Ta’ala. Sehingga tatkala beliau ditawari oleh ‘Utbah bin Rabi’ah untuk menjadi raja atau diberi harta benda dengan syarat membiarkan orang-orang Quraisy menyembah berhala mereka, Nabi menolak tawaran tersebut. Marilah kita simak kisah negoisasi tersebut, sebagaimana diriwayatkan oleh ulama’ ahli sirah:

“Utbah bin Rabi’ah berkata kepada Nabi : Wahai keponakanku, bila yang engkau hendaki dari apa yang engkau lakukan ini adalah karena ingin harta benda, maka akan kami kumpulkan untukmu seluruh harta orang-orang Quraisy, sehingga engkau menjadi orang paling kaya dari kami, dan bila yang engkau hendaki ialah kedudukan, maka akan kami jadikan engkau sebagai pemimpin kami, hingga kami tidak akan pernah memutuskan suatu hal melainkan atas perintahmu, dan bila engkau menghendaki menjadi raja, maka akan kami jadikan engkau sebagai raja kami, dan bila yang menimpamu adalah penyakit (kesurupan jin) dan engkau tidak mampu untuk mengusirnya, maka akan kami carikan seorang dukun, dan akan kami gunakan seluruh harta kami untuk membiayainya hingga engkau sembuh”.

Mendengar tawaran yang demikian ini, Nabi tidak lantas menerima salah satu tawarannya berupa menjadi raja/pemimpin atau diberi kedudukan, sehingga segala Quraisy tidaklah akan memutuskan sesuatu hal melainkan atas persetujuan beliau . Nabi tetap meneruskan perjuangannya memerangi kelaliman terbesar, yaitu peribadatan kepada selain Allah. Oleh karena itu Nabi menjawab tawaran orang ini dengan membacakan 13 ayat pertama dari surat Fushshilat :

حم {1} تَنزِيلٌ مِّنَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ {2} كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِّقَوْمٍ يَعْلَمُونَ {3} بَشِيرًا وَنَذِيرًا فَأَعْرَضَ أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ {4} وَقَالُوا قُلُوبُنَا فِي أَكِنَّةٍ مِّمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ وَفِي آذَانِنَا وَقْرٌ وَمِن بَيْنِنَا وَبَيْنِكَ حِجَابٌ فَاعْمَلْ إِنَّنَا عَامِلُونَ {5} قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ وَوَيْلٌ لِّلْمُشْرِكِينَ {6} الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُم بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ {7} إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ {8} قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الْأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَندَادًا ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ {9} وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِن فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاء لِّلسَّائِلِينَ {10} ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاء وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ {11} فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاء أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاء الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ {12} فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ أَنذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِّثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ فصلت

“Haa Miim. Diturunkan dari (Rabb) Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata:”Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan di antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu; sesungghnya kami bekerja (pula)”. Katakanlah:”Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Ilah kamu adalah Ilah Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya”. Katakanlah:”Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua hari dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya (Yang bersifat) demikian itulah Rabb semesta alam”. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya.Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuninya) dalam empat hari.(Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:”Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”.Keduanya menjawab:”Kami datang dengan suka hati” Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua hari dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya.Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling maka katakanlah:”Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Aad dan kaum Tsamud”. (Fusshilat 1-13)

Setelah Nabi sampai pada ayat ke 13 ini, Utbah bin Rabi’ah berkata kepada beliau:

فقال عتبة : حسبك، ما عندك غير هذا ؟ قال : لا.

“Cukup sampai disini, apakah engkau memiliki sesuatu (misi/tujuan) selain ini? Beliau menjawab: Tidak”. Kisah ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la, Ibnu Hisyam 2/131, Dan Dalail An Nubuwah oleh Al Asbahani 1/194, dan kisah ini dihasankan oleh Syeikh Al Albani dalam fiqhus sirah.

Demikianlah Nabi memulai perjuangannya menegakkan keadailan, yaitu dimulai dengan menegakkan keadilan kepada Allah Ta’ala. Bila keadilan ini telah tegak, barulah keadilan lainnya ditegakkan, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah kepada para sahabat yang beliau utus untuk menyeru masyarakat kala itu kepada keadilan Islam:

عن ابن عباس أَنَّ رسول الله لمَّا بعث معاذاً إلى اليمن قال له: (إِنَّك تأتي قوماً من أهل الكتاب، فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادةُ أن لا إله إلا اللهوفي رواية: إلى أَنْ يوحِّدوا اللهفإِنْ هم أطاعوك لذلك فأعلمهم أَنَّ الله افترض عليهم خمس صلوات في كلِّ يوم وليلة، فإِنْ هم أطاعوك لذلك فأعلمهم أَنَّ الله افترض عليهم صدقةً تُؤْخَذُ من أغنيائهم فتُرَدُّ على فقرائهم، فإِنْ هم أطاعوك لذلك، فإيَّاك وكرائم أموالهم، واتَّق دعوة المظلوم، فإِنَّه ليس بينها وبين الله حجاب) متفق عليه

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas : bahwasannya ketika Rasulullah, mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau bersabda kepadanya: ”Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum dari ahli kitab, maka hendaknya pertama kali yang engkau dakwahkan kepada mereka adalah mengucapkan syahadat (la ilaha illallah) -dan menurut riwayat yang lain: mentauhidkan (mengesakan) Allah-, Dan bila mereka menta’atimu dalam hal tersebut, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam, dan bila mereka menta’atimu dalam hal tersebut, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka zakat, yang diambil dari orang-orang kaya dari mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin dari mereka. Dan bila mereka menta’atimu dalam hal tersebut, maka jauhilah olehmu mengambil yang terbaik dari harta mereka (sebagai zakat). Dan takutlah tehadap do’a orang yang dizolimi, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antaranya dan Allah (untuk di kabulkan do’anya). (Muttafaqun ‘alaih).

Dan bila keadilan terbesar ini telah ditegakkan oleh suatu masyarakat, maka Allah Ta’ala akan melimpahkan keadilan selainnya kepada mereka, sebagai buktinya mari kita simak firman Allah Ta’ala berikut:

وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلاَ تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُم بِاللّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالأَمْنِ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ {81} الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ  الأنعام 81-82.

“Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah diantara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al An’aam 81-82) Dan mari kita simak pendidikan Rasulullah kepada saudara sepupunya Abdullah bin ‘Abbas :

(احفظ الله يحفظك احفظ الله تجده تجاهك)

“Jagalah (syari’at) Allah, niscaya Allah akan menjagamu, jagalah (syari’at) Allah, niscaya engkau akan dapatkan (pertolongan/perlindungan) Allah senantiasa dihadapanmu.” Riwayat At Tirmizy dan dishahihkan oleh Al Albany.

Adapun metode penegakan keadilan sesama manusia, maka syari’at Al Qur’an telah memberikan gambaran indah dan sempurna sehingga tiada duanya. Diantara salah satu buktinya, simaklah firman Allah berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقَيرًا فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا  النساء 135

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” An Nisa’ 135.

Demikianlah syari’at Al Qur’an dalam menegakkan keadilan. Dan sekarang mari kita bersama-sama merenungkan salah satu kisah nyata penegakan keadilan dalam Islam berikut ini:

عن عائشة رضي الله عنها أن قريشاً أهمَّهم شأن المرأة المخزومية التي سرقت، فقالوا: من يكلم فيها رسول الله ، فقالوا: ومن يجترئ عليه إلا أسامة حب رسول الله ، فكلمه أسامة فقال رسول الله  أتشفع في حد من حدود الله؟! ثُمَّ قام فاختطب، فقال: أيها النَّاس إنما أهلك الذين قبلكم أنهم كانوا إذا سرق فيهم الشريف تركوه وإذا سرق فيهم الضعيف أقاموا عليه الحد. وأيم الله لو أن فاطمة بنت محمد سرقت، لقطعت يدها. متفق عليه

“Dari sahabat ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasannya kaum Quraisy dibingungkan oleh urusan seorang wanita dari Kabilah Makhzum yang kedapatan mencuri, maka mereka berkata: Siapakah yang berani memohonkan keringanan untuknya kepada Rasulullah ? Maka Mereka berkata: Siapakah yang berani melakukannya selain Usamah orang kesayangan Rasululah . lantas Usamahpun memohonkan keringanan untuknya. Maka Rasulullah bersabda: Apakah engkau akan memohonkan keringanan pada salah satu hukum had/pidana (ketentuan) Allah? Kemudian beliau berdiri berkhutbah, lalu bersabda: Wahai para manusia,! Sesungguhnya yang menyebabkan orang-orang sebelum kalian adalah bila ada dari orang yang terhormat (bangsawan) dari mereka mencuri maka mereka biarkan (lepaskan) dan bila orang lemah dari mereka mencuri, maka mereka tegakkan atasnya hukum had. Dan sungguh demi Allah, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan potong tangannya. Muttafaqun ‘alaih.

Semakna dengan kisah ini apa yang disampaikan oleh Khalifah Abu Bakar pertama kali beliau dibai’at menjadi khalifah, beliau berkata:

ألا وان القوي عندي ضعيف حتى آخذ منه الحق والضعيف عندي قوي حتى آخذ له الحق. رواه البيهقي

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang yang kuat di sisiku adalah orang yang lemah sampai aku ambil darinya hak (orang lain yang ia rampas) dan orang yang lemah disisiku adalah orang yang kuat hingga aku ambilkan untuknya haknya. Riwayat Al Baihaqy.

Dan contoh lain yang serupa dengan ini ialah kisah yang terjadi pada sahabat Abdullah bin Rawahah . Tatkala orang-orang Yahudi Khaibar hendak menyuapnya agar mengurangi kewajiban upeti yang harus mereka bayarkan kepada Rasulullah maka ia menjawab permintaan mereka ini dengan ucapannya:

“Wahai musuh-musuh Allah, apakah kalian akan memberiku harta yang haram?! Sungguh demi Allah, aku adalah utusan orang yang paling aku cintai (yaitu Rasulullah), dan kalian adalah orang-orang yang lebih aku benci dibanding kera dan babi. Akan tetapi kebencianku kepada kalian dan kecintaanku kepadanya (Rasulullah), tidaklah menyebabkan aku bersikap tidak adil atas kalian. Mendengar jawaban tegas ini, mereka berkata: Hanya dengan cara inilah langit dan bumi menjadi makmur”. (Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al Baihaqi).

Bukan hanya sampai di sini syari’at Al Qur’an menegakkan hak dan keadailan, bahkan keadilan dan kebenaran dalam syari’at Al Qur’an tidak dapat dibatasi dengan peradilan manusia atau tingginya tembok pengadilan atau penjara. Keadilan dan hak seseorang dalam Islam tidak akan dapat dirubah dan digugurkan, walau pengadilan di seluruh dunia telah memutuskan untuk menguburnya atau menentangnya. Sebagai salah satu buktinya, mari kita simak bersama kisah berikut:

عن أم سلمة رضي الله عنها عن النبي  قال: (إنما أنا بشر وإنكم تختصمون إلي، ولعل بعضكم أن يكون ألحن بحجته من بعض، وأقضي له على نحوٍ مما أسمع، فمن قضيت له من حق أخيه شيئا فلا يأخذ، فإنما أقطع له قطعة من النار) متفق عليه

“Dari Ummi Salamah radhiallahu ‘anha, dari Nabi beliau bersabda: “Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia biasa, dan kalian mengangkat perselisihan kalian kepadaku, dan mungkin saja sebagian dari kalian lebih pandai menyampaikan alasannya daripada yang lain (lawannya), kemudian aku memutuskan untuknya (memenangkan tuntutannya) berdasarkan alasan-alasan yang aku dengar, maka barang siapa yang aku putuskan untuknya dengan sebagian hak saudaranya, maka janganlahia ambil, karena sesungguhnya aku telah memotongkan untuknya sebongkahan api neraka.” Muttafaqun ‘alaih.

Demikianlah syari’at Al Qur’an menegakkan keadilan, dan demikianlah menurut syari’at Al Qur’an suatu keadilan tidak dapat dirubah walaupun pengadilan dunia dengan berbagai birokrasinya telah merubahnya. Dan apa yang disampaikan di sini hanyalah sepercik dari lautan keadilan menurut syari’at Al Qur’an.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *