3 Kunci Sukses Menjadi Orang Bertaqwa Di Bulan Ramadhan


3 Kunci Sukses  Menjadi Orang Bertaqwa  Di Bulan Ramadhan

Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan badah puasa bulan Ramadhan atas umat Islam, sebagaimana Allah juga telah mewajibkannya atas umat-umat sebelumnya. Fakta ini membuktikan betapa ibadah Puasa sangat penting bagi kehidupan beragama setiap ummat. Karena itu Allah berfirman:

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ)

”Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ibadah puasa atas kamu sebagaimana telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kamu, agar kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (Al Baqarah 183.

Telah sekian kali kita berpuasa Ramadhan, walau demikian hingga kini nilai-nilai takqa dalam diri kita seakan tidak pernah bertambah. Padahal pada ayat di atas Allah telah menegaskan bahwa dengan berpuasa idealnya kita menjadi orang-orang yang bertaqwa. Mungkinkah ayat di atas tidak lagi relevan dengan kondisi kehidupan umat manusia di zaman ini? Tentu sebagai orang muslim, kita meyakini bahwa ayat-ayat Al Qur’an senantiasa relevan dengan berbagai perkembangan zaman hingga hari qiyamat.

Hanya ada satu kemungkinan atau jawaban atas kondisi yang sedang terjadi pada diri kita saat ini. Adanya kekurangan dan khilaf dalam menjalankan ibadah puasa, sehingga nilai-nilai taqwa kurang kita rasakan walaupun kita telah berpuasa untuk sekian lamanya.

Fenomena yang ada pada diri kita ini sudah sepantasnya segera kita benahi, agar segera terjadi perubahan ke arah yang positif. Harapannya, puasa bulan Ramadhan yang akan datang –semoga kita masih berkesempatan mendapatkannya- kondisi kita telah berubah.

Sebatas renungan saya yang terbatas, ada tiga pelajaran penting yang dapat kita petik dari ibadah puasa agar nilai-nilai taqwa segera terwujud dalam diri kita:

 

  • Puasa Adalah Trening Center Bagi Pola Pikir dan Perilaku Umat Islam.

Dalam kondisi haus dan lapar di siang hari selama bulan Ramadhan, seakan semua makanan dan minuman terasa lezat dan segar. Tak ayal lagi, bayangan menikmati lezat dan segarnya berbagai makanan mendorong kita untuk membuatnya, dan membelinya. Bahkan sering kali kita hanyut dalam badai ambisi untuk menguasai semuanya seorang diri. Akibat dari sikap hanyut dalam badai ambisi ini, sering kali kita lupa daratan, sehingga membuat makanan melebihi dari kebutuhan.

Namun ketika matahari telah terbenam, hanya sedikit yang kita konsumsi dan bahkan banyak dari makanan yang terlanjut di buat atau dibeli tidak tersentuh sama sekali.

Bahkan lebih parah dari itu, sebagian kita walaupun tetap bernafsu untuk makan, hingga seluruh rongga perutnya penuh, namun tetap saja masih tersisa hidangan yang melebihi apa yang telah ia konsumsi.

Perilaku semacam inilah salah satu faktor yang menjadikan nilai-nilai taqwa dari diri kita.Andai selama bulan puasa kita meluangkan waktu sedikit saja untuk memikirkan sikap yang benar dalam hal makan dan minum, niscaya kita terhindar dari kondisi-kondisi semacam yang diungkapkan di atas.

Untuk urusan makan dan minum, sejatinya yang benar-benar kita butuhkan jauh dari yang selamam ini kita makan. Dan tentunya jauh dari apa yang selama ini kita olah atau kita beli. Buktinya setiap hari kita membuang atau paling kurang terpaksa menyingkirkan banyak makanan hingga akhirnya rusak atau basi.

Andai kita semua mengindahkan teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam urusan makan dan minum, niscaya kita semua menjadi orang-orang yang bertaqwa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ما ملأ آدمي شرا من بطن بحسب ابن آدم أكلات يقمن صلبه فإن كان لا محالة فثلث لطعامه وثلث لنفسه

“Tidaklah ada kantung yang lebih buruk untuk engkau penuhi dibanding perutmu sendiri. Sejatinya engkau cukup memakan beberapa suap makanan yang dapat menegakkan tulang rusukmu. Andai engkau tetap ingin makan lebih banyak maka cukuplah engkau memenuhi sepertiga perutmu dengan makanan, sepertiga lagi untuk minuman, dan sepertiga sisanya untuk ruang pernafasanmu.” (At Tirmizy dan lainnya)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan bahwa dalam urusan makan, kita dihadapkan kepada tiga hal:

  1. Ambisi
  2. Kemampuan memakan atau memiliki
  3. Kebutuhan yang sejati.

Hadits ini mengajarkan kepada kita agar dalam urusan makan dan minum kita mengikuti standar kebutuhan dan tidak menuruti kemampuan apalagi ambisi.

Untuk urusan kemampuan memakan, masing-masing perut  kita memiliki daya tampung yang berbeda beda, dan masing-masing  kita mampu untuk memenuhi seluruh ruang perut kita. Namun anda juga sadar bahwa penuhnya ruang perut anda pastilah mendatangkan masalah, bahkan menjadi ancaman tersendiri bagi kesehatan kita.

Demikan juga bila kita berbicara tentang ambisi, maka masing-masing kita memiliki ambisi yang berbeda-beda. Dan saya yakin anda sendiri juga tidak memiliki batasan yang jelas apalagi menghentikan ambisi anda terhadap makanan lezat dan minuman enak.

Kalaupun anda telah menikmati makanan dan minuman yang paling lezat, namun tetap saja ambisi anda terus melaju. Selama hayat masih dikandung badan, anda pasti masih berselera dan berambisi untuk menikmati makanan dan minuman yang lezat. Hanya ada satu hal yang dapat menghentikan ambisi kita, yaitu ajal alias kematian.

Untuk melatih diri agar anda mampu mengendalikan ambisi makan dan minum anda, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan agar ketika berbuka puasa, anda tidak langsung menyantap seluruh hidangan yang ada. Namun terlebih dahulu anda memakan beberapa biji kurma segar (ruthab) dan bila tidak ada maka beberapa biji kurma, dan bila tidak ada maka minumlah beberapa teguk air.

Selanjutnya, dirikanlah sholat maghrib terlebih dahulu, lengkap dengan sunnah-sunnahnya dan juga bacaan dzikir sesudahnya. Bila semua itu telah anda lakukan, barulah anda menyantap hidangan makan malam anda.

‘Aisyah radhiallahu ‘anha menuturkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ رُطَبَاتٌ فَتَمَرَاتٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ تَمَرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya bila berbuka puasa beliau berbuka puasa dengan menyantap beberapa biji kurma segar sebelum beliau mendirikan sholat Maghrib. Bila tidak ada kurma segar, maka beliau menyantap kurma kering, dan bila tidak ada kurma, maka beliau minum beberapa tenggak air. (Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmizy)

Anda bisa bayangkan, bila rasa dahaga dan lapar anda telah diobati dengan beberapa teguk air dan beberapa biji kurma, niscaya rasa daha dan lapar anda akan terobati. Dan kalaupun masih tersisa, maka itu hanya sedikit tidak sampai menyebabkan anda lahap hingga kekenyangan. Yang demikian itu, karena kandungan glukosa dan fruktosanya yang tinggi sehingga dapat langsung digunakan oleh tubuh, karena tidak memerlukan proses pemecahan gula di dalam tubuh.

Sebagai akibatnya, kandungan glukosa kurma yang telah masuk ke dalam perut anda dan berselang beberapa waktu semasa anda mendirikan sholat Maghrib, mengobati rasa lapar yang sebelumnya anda rasakan selama berpuasa. Karena itu, bila anda menerapkan sunnah berbuka puaa dengan beberapa biji kurma, maka sepulang anda dari mendirikan sholat Maghrib, anda tidak lagi merasakan rasa lapar.

Dengan menerapkan sunnah ini, maka selama berpuasa satu bulan penuh anda terbiasa makan sekadarnya di sore hari, dan di pagi hari ketika sahur, andapun terbiasa makan sekadarnya (sedikit), sehingga tanpa sadar, anda telah menerapkan pola makan yang diajarkan Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

عن الْمِقْدَامَ بن معدي كرب الكندي قال سمعت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يقول ما مَلأَ بن آدَمَ وِعَاءً شَرًّا من بَطْنٍ حَسْبُ بن آدَمَ أُكُلاَتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فان كان لاَ مَحَالَةَ فَثُلُثُ طَعَامٍ وَثُلُثُ شَرَابٍ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ رواه أحمد والترمذي وصححه الألباني

“Sahabat Al Miqdam bin Ma’dikareb Al Kindi mengisahkan: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidaklah seorang anak Adam memenuhi suatu kantung yang lebih buruk dibanding perutnya. Bila tidak ada pilihan, maka cukuplah baginya sepertiga dari perutnya untuk makanan, sepertiga lainnya untuk minuman dan sepertiga lainnya untuk nafasnya.” Riwayat Ahmad, At Tirmizy, An Nasai dan oleh Al Albani dinyatakan sebagai hadits shahih.

Cara berbuka yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas mengajarkan kepada anda bahwa untuk urusan makan dan minum sudah sepatutnya anda menggunakan standar kebutuhan bukan standar kepuasan. Makan dan minum karena butuh kepada keduanya guna mempertahankan hidup sehat, bukan untuk menuruti ambisi dan kepuasan.

Kondisi serupa juga terjadi pada ambisi kita terhadap berbagai kenikmatan dunia lainnya. Karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لو كان لابن آدم واديان من ذهب لأحب أن يكون له ثالث ولا يملأ فاه إلا التراب ويتوب الله على من تاب

“Andai anak manusia telah memiliki dua lembah emas, niscaya ia masih berambisi untuk memiliki lembah ketiga. Dan tiada yang daat memenuhi mulut (menghentikan ambisi) manusia selain tanah kuburannya. Sedangkan Allah senantiasa menerima taubat setiap orang yang sadar dan kembali kepada-Nya.” (Muttafaqun ‘alaih dan At Tirmizy).

Setiap sore hari, selama bulan puasa anda senantiasa berhadapan dengan ketiga hal di atas. Dan akhirnya sering kali anda terpaksa berhenti pada batas kebutuhan anda. Betapa tidak, setelah anda meneguk segelas air sekejap ambisi anda dan kemampuan anda seakan sirna. Ternyata segelas minuman mampu menjadikan anda berpikir dengan jernih tentang makanan dan minuman. Sejatinya makanan yang anda butuhkan jauh lebih sedikit dari yang mampu anda sajikan apalagi dari yang anda bayangkan.

Andai pelajaran penting ini benar-benar anda hayati dan terapkan dalam hidup anda, niscaya anda menjadi orang yang bertakwa. Dengan semangat puasa ini anda mampu membedakan antara kemampuan dan kebenaran. Ternyata dalam hidup di dunia ini kita semua dituntut untuk membedakan antara kebenaran dengan kemampuan apalagi ambisi. Tidak semua yang kuasa kita lakukan kemudian kita lakukan. Sebagai orang yang bertaqwa kita berpikir jernih dalam setiap kondisi sehingga senantiasa bersikap dengan benar dan berguna dalam setiap kondisi.

Pendek kata, dengan semangat puasa kita senantiasa kuasa mengontrol ucapan dan perbuatan kita. Anda senantiasa menimbang ucapan dan perbuatan anda, walaupun dalam kondisi sulit semisal ketika dipancing emosi anda atau harga diri anda dinodai orang lain. Demikianlah dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan arahan kepada umatnya melalui hadits qudsi berikut:

والصيام جنة وإذا كان يوم صوم أحدكم فلا يرفث ولا يصخب فإن سابه أحد أو قاتله فليقل إني امرؤ صائم

“Ibadah puasa adalah sebuah perisai, sehingga bila engkau sedang berpuasa hendaknya engkau menghindari perbuatan keji, dan berteriak-teriak. Bila ada seseorang yang mencelamu, atau memusuhimu, hendaknya engkau (menahan diri dan) berkata kepadanya: “sejatinya aku orang yang sedang berpuasa”. Muttafaqun ‘alaih

Andai pengalaman-pengalaman yang terulang setiap kali berbuka puasa ini anda terapkan pada setiap aspek kebutuhan anda di dunia ini, niscaya anda menjadi orang yang benar-benar bertaqwa. Namun apa boleh dikata bila ternyata selama ini pelajaran berharga ini selalu berlalu begitu saja, dan bahkan sering kali anda keluhkan untuk kemudian anda lupakan. Wallahul Musta’an.

 

  • Berpuasa Hanya di Siang Hari.

Seluruh umat Islam di berbagai belahan bumi sepakat bahwa puasa dalam Islam hanya dijalankan pada siang hari. Sedangkan pada malam hari, umat Islam masih tetap bebas untuk makan dan minum. Hal ini selaras dengan firman Allah Azza wa Jalla berikut:

(فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ)

Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (Al Baqarah 187)

Ketentuan berpuasa pada siang hari sepanjang sejarah Islam tidak pernah ada yang menggugatnya. Padahal zaman telah berrkembang, dan tuntutan perkembangan zaman semakin komplek. Walau demikian tetap saja umat Islam sepakat bahwa puasa dalam Islam hanya bisa dijalankan pada siang hari, sedangkan malam hari semuanya berhenti dari berpuasa. Semua uamt Islam dalam urusan ini menerima dan patuh sepenuhnya dengan ketentuan yang diajarkan dalam Al Qur’an dan As sunnah tanpa ada rasa keberatan sedikitpun.

Sebagaimana puasa wajib hanya dijalankan di bulan Ramadhan, dan pada hari pertama bulan Syawal seluruh umat Islam merayakan Iedul Fitri dengan menikmati makanan dan minuman alias berhenti dari berpuasa.

Maha besar Allah  yang telah menjadikan berhenti dari makan dan minum di bulan Ramadhan sebagai ibadah dan sebaliknya menjadikan makan dan minum sebagai ibadah pada hari raya. Adanya perbedaan hukum makan dan minum ini menjadi bukti dan pelajaran penting bagi umat Islam agar dalam hidup terlebih dalam urusan ibadah sepenuhnya berserah diri dan patuh kepada tuntunan syari’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Karena itu salah satu indikator ibadah puasa yang baik adalah dengan menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur. Salah satu hikmah dari ketentuan ini ialah untuk semakin mengukuhkan arti kepatuhan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Ketika fajar telah terbit seketika itu pula anda berhenti dari makan dan minum, walaupun anda masih berselera untuk makan atau minum. Sebaliknya ketika matahari terbenam, saat itu pula anda berhenti puasa, walau anda masih kuat dan mungkin merasa lebih mantap atau hebat bila meneruskan puasa hingga malam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

( لا يزال الناس بخير ما عجلوا الفطر )

“Ummat Islam akan senantiasa berjaya selama mereka menyegerakan buka puasa mereka.” Muttafaqun ‘alaih

Ibadah puasa Ramadhan seyogyanya menumbuhkan kesadaran untuk patuh sepenuhnya dengan syari’at Allah dalam segala aspek kehidupan kita. Hanya dengan cara inilah nilai-nilai taqwa yang sejati dapat terwujud dalam diri anda. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. An Nur 51

 

  • Berpuasa Hanya Karena Allah.

Ibadah puasa dengan menahan lapar dan haus semakin membuktikan betapa besar karunia Allah kepada umat manusia yang telah memberikan rizki makanan dan minuman. Nikmat Allah berupa makanan dan minuman semakin terasa nikmat di bulan Ramadhan, sehingga wajar bila bisnis kuliner di bulan Ramadhan laris manis.

Namun senikmat apapun makanan yang anda miliki dan sesegar apapun minuman yang ada di hadapan anda, semuanya anda tinggalkan sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

Anda melakukan itu semua bukan karena sedang sakit, atau tidak mampu membelinya atau telah bosan mengkonsumsinya. Semua itu anda lakukan hanya keran mengharapkan pahala dari Allah Azza wa Jalla. Inilah satu-satunya semangat dan motivasi anda dalam menjalankan ibadah puasa, sebagaimana ditegaskan dalam hadits qudsi berikut:

( قال الله كل عمل ابن آدم له إلا الصيام فإنه لي وأنا أجزي به (

“Allah berfirman: Seluruh amalan anak manusia adalah miliknya, kecuali puasa. Sejatinya puasa adalah milik-Ku, dan hanya Aku yang mengetahui balasannya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Demikianlah seharusnya kita bersikap selama hidup di dunia. Semua aktifitas kita, baik ucapan atau perbuatan ditujukan hanya untuk Allah Azza wa Jalla:

(قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ {162} لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ)

Katakanlah: “Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. Al An’am 162-163.

Anda menyadari bahwa segala bentuk keuntungan dunia hanyalah semu dan sesaat lagi pastilah anda tinggalkan. Sebagaimana anda juga beriman bahwa segala manfaat dan madharat ada di Tangan Allah. Kesadaran ini menjadikan anda pupus pamrih dari selain Allah.

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا {1} الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا {2}وَاتَّخَذُوا مِن دُونِهِ آلِهَةً لَّا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلَا يَمْلِكُونَ لِأَنفُسِهِمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَلَا يَمْلِكُونَ مَوْتًا وَلَا حَيَاةً وَلَا نُشُورًا

Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apa pun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudaratan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfaatan pun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” Al Furqan 1-3)

Pada saat yang sama Anda juga beriman sepenuhnya bahwa keberadaan anda di dunia ini untuk mengabdikan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Hanya dengan pengabdian kepada Allah inilah hidup anda menjadi berarti. Allah Azza wa Jalla berfirman:

(وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ {56} مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ {57} إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ)

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Ad Dzariyat 56-57

Andai ketiga hal di atas benar-benar anda aplikasikan dalam hidup anda, niscaya anda menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah Azza wa jalla. Semoga Allah Ta’ala membenahi kondisi kita, dan memberikan kesempatan untuk menikmati indahnya puasa bulan Ramadhan di masa-masa yang akan datang, Amiin. Wallahu Ta’ala A’alam




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *