Mengenal Imam Imam Syi’ah


Mengenal Imam Imam Syi’ah

Mungkin anda pernah bertanya: Seperti apakah keyakinan sekte Syi’ah tentang imam-mereka?

 

Pertanyaan ini pantas untuk anda kemukakan, karena anda telah membaca berbagai ayat yang menjelaskan tentang jati diri Nabi Muhammad r. Dalam banyak ayat ditegaskan bahwa Nabi Muhammad r adalah manusia biasa, yang bisa lapar, sakit, berjalan di pasar dan tidak mengetahui sedikitpun tentang hal ghaib selain yang Allah Ta’ala wahyukan kepadanya:

]وَما أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا [ الفرقان 20

“Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.” Al Furqan 20.

 

Allah Ta’ala juga berfirman:

] يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاء [ البقرة 255

“Allah mengetahui apa-apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka. Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.”

 

Imam Ibnu Katsir As Syafi’i menjelaskan ayat ini dengan berkata: “Tiada seorangpun yang menguasai sedikitpun dari ilmu Allah Ta’ala, selain ilmu yang telah Allah Azza wa Jalla ajarkan kepadanya.” ([1])   

 

Dengan demikian ayat ini semakna dengan pengakuan para Malaikat :

]قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ [ البقرة 32

“Mereka menjawab:  Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Al Baqarah 32.

 

Bila para malaikat dan juga para rasul demikian halnya, maka mungkinkah agama Syi’ah meyakini bahwa imam mereka lebih tinggi kedudukannya dibanding malaikat dan juga rasul?

 

Untuk mengetahui jawaban pertanyaan anda, maka saya mengajak pembaca untuk menyimak pengakuan tokoh pujaan mereka Ayatullah Al Khumainy:

من يعرف شيئا عن بدايات ظهور الإسلام، وأول أيام الدعوة النبوية، يوقن بأن الإمامة كانت منذ اليوم الأول وحتى آخر أنفاس رسول الإسلام صنوا للنبوة.

“Orang yang mengetahui sejarah awal mula munculnya agama islam, dan awal perjalanan dakwah Nabi r walau sedikit, pasti meyakini bahwa imamah sejak hari pertama hingga akhir nafas Rasul Islam (Rasulullah r) adalah saudara kandung kenabian.”([2])    

 

Pada kesempatan lain, dengan lebih vulgar Al Khumainy menjelaskan tentang kedudukan imam-imam mereka :

إن للإمام مقاما محمودا ودرجة سامية وخلافة تكوينية، تخضع لولايتها وسيطرتها جميع ذرات هذا الكون. وإن من ضروريات مذهبنا: أن لأئمتنا مقاما لا يبلغه ملك مقرب ولا نبي مرسل.

“Sesungguhnya seorang imam –dalam idiologi Syi’ah memiliki kedudukan yang terpuji, dan, derajat yang tinggi, dan khilafah (perwakilan) dalam hal penciptaan. Seluruh parsial alam semesta ini tunduk kepada kewaliannya dan kekuasaannya. Dan diantara prinsip mazhab kami: Bahwa imam-imam kami memiliki kedudukan yang tidak dapat dicapai oleh malaikat yang didekatkan tidak pula oleh nabi yang telah ditunjuk menjadi seorang rasul.”([3])  

 

Inilah pengakuan pemimpin agama Syi’ah zaman sekarang tentang idiologi mereka berkaitan dengan imam-imamnya. Inilah pengakuan pemimpin revolusi agama Syi’ah zaman sekarang. Dengan demikian tidak ada alasan bagi siapapun untuk mengatakan bahwa tiga penyelewengan Syi’ah diatas hanya ada pada zaman dahulu.

 

Saudaraku! setelah anda membaca pengakuan Al Khumainy ini, akankah anda masih menutup mata dan berkata: bahwa kultus terhadap para imam hanya terjadi pada agama Syi’ah di masa lampau, adapun sekarang, semuanya telah berubah?.       

 

Penganut paham Syi’ah Itsna ‘Asyari’ah belum merasa cukup dengan perwujudan kultus ini dalam bentuk doktrin, akan tetapi mereka benar-benar mewujudkannya dalam bentuk yang lebih kongkret.

 

Diantara wujud kongkret kultus mereka adalah:

  • Dalam hal penamaan.

Bila kita membalik-balik lembaran kitab-kitab biografi tokoh-tokoh agama Syi’ah, niscaya kita akan mendapatkan segudang tokoh dengan nama Abdul Husain (Hamba Husain). Berikut contoh nama tokoh mereka dengan nama ini ialah:

  • Abdul Husain bin Ali wafat tahun 1286 H, ia adalah seorang tokoh terkemuka agama syi’ah pada zamannya, sampai-sampai dijuluki dengan Syeikhul ‘Iraqain (Syeikh kedua Iraq/ Iraq & Iran).
  • Abdul Husain Al Aminy At Tabrizi 1390 H, penulis buku Al Ghadir.
  • Abdul Husain Syarafuddin Al Musawy Al ‘Aamily 1377 H, penulis buku Abu Hurairah, kitab Kalimatun Haula Ar Riwayah, Kitab An Nash wa Al Ijtihaad, Al Muraja’aat
  • Abdul Husain bin Al Qashim bin Sholeh Al Hilly wafat tahun 1375 H.
  • Abduz Zahra’ (Hamba Az Zahra’/Fatimah) Al Husainy, penulis kitab: Mashaadiru Nahjil Balaaghah wa Asaaniduhu.

 

  • Ketika berdoa.

Kultus terhadap para imam ini tidak sebatas omong kosong belaka, penganut agama Syi’ah benar-benar meyakininya dan mengaplikasikannya dalam dunia nyata. Tidak mengherankan bila kita dapatkan mereka berdoa kepada para imam-imam mereka. Bila anda pernah menunaikan ibadah haji, lalu mendekati komplek pertendaan mereka di padang Arafah, niscaya anda akan sering mendengar doa-doa yang dimulai atau di akhiri dengan : Ya Husain, Ya Abu Abdillah, Ya Zahra’ dan serupa.

 

Sebagian ulama’ mereka meriwayatkan hadits mimpi, yang isinya petunjuk praktis doa kepada para imam:

لا تتوسل بي ولا بابني لشيء من أعراض الدنيا إلا لما تبتغيه من طاعة الله تعالى ورضوانه، وأما أبو الحسن أخي، فإنه ينتقم لك ممن ظلمك….وأما علي بن الحسين: فللنجاة من السلاطين ونفث الشياطين، وأما محمد بن علي وجعفر بن محمد فللآخرة وما تبتغيه من طاعة الله عز وجل، وأما موسى بن جعفر: فالتمس به العافية من الله عز وجل. وأما علي بن موسى: فاطلب به السلامة في البراري والبحار، وأما محمد بن علي: فاستنْزل به الرزق من الله تعالى، وأما الحسن بن علي: فللآخرة، وأما صاحب الزمان، فإذا بلغ بك السيف الذبح، فاستعن به فإنه يعينك.

“Janganlah engkau bertawassul dengan aku tidak juga dengan anak cucuku untuk urusan dunia, kecuali urusan yang berkaitan dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan keridhaan-Nya. Adapun Abul Hasan (Ali bin Abi Tholib-pen) maka sesungguhnya ia mampu membalaskan dendammu terhadap orang yang menzhalimimu. ….Adapun Ali bin Al Husain,  maka tawassullah dengannya untuk mencapai keselamatan dari kebengisan para penguasa dan bisikan setan. Adapun Muhammad bin Ali dan Ja’far bin Muhammad, maka tawassul dengan mereka berdua untuk urusan akhirat dan segala keinginanmu yang berkenaan dengan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla. Adapun Musa bin Ja’far, maka tawassul dengannya berguna untuk mencapai keseaematan dari Allah Azza wa Jalla. Adapun Ali bin Musa, maka mohonlah keselamatan dengannya ketika engkau berada di padang pasir (rimba) dan samudra. Adapun Muhammad bin Ali, maka dengannya engkau memohon rizqi Allah Ta’ala. Adapun tawassul dengan Al Hasan bin Ali, maka untuk urusan akhirat. Adapun Shahibuz zaman (imam mahdi versi syi’ah-pen), maka bila engkautelah divonis akan dipancung, maka mohonlah pertolongan dengannya, karena sesungguhnya ia akan menolongmu.”([4])  

 

Sikap para penganut agama Syi’ah ini tentu tidak begitu saja tanpa alasan. Bila kita menelusuri berbagai referensi mereka, niscaya dengan mudah kita dapatkan alasan tersebut. Agar anda dapat memahami alasan mereka, maka saya harap anda tetap mengusai emosi anda untuk selanjutnya membaca beberapa nukilan teks berikut:

 

Al Kulainy dalam kitabnya Al Kafy meriwayatkan:

قال أبو عبد الله جعفر الصادق عليه السلام:  أما علمت أن الدنيا والآخرة للإمام، يضعها حيث يشاء، ويدفعها إلى من يشاء.

“Tidakkah engkau sadar, bahwa  dunia dan akhirat adalah milik sang imam, sehingga ia bebas meletakkannya sesuai dengan kehendaknya dan menyerahkannya kepada orang yang ia kehendaki? 

Tidak cukup sampai di situ, Mufti Syi’ah di masa dinasti As Shofawiyyah yang bernama Muhammad Baqir Al Majlisy 1111 H meriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib t ia berkata:

أنا عين الله في أرضه أنا لسان الله الناطق في خلقه أنا نور الله الذي لا يطفأ أنا باب الله الذي يؤتى منه، وحجته على عباده.

“Aku adalah mata Allah di bumi-Nya, akau adalah lisan Allah yang berbicara di tengah-tengah makhluq-Nya. Aku adalah cahaya Allah yang tidak akan padam, aku adalah pintu Allah yang darinya orang datang kepada-Nya, dan aku adalah hujjah Allah atas seluruh hamba-Nya.”

 

Mungkin karena merasa belum cukup hebat, Muhammad Baqir Al Majlisy, sehingga ia masih merasa perlu untuk meriwayatkan ucapan berikut dari Ali bin Abi Thalib t:

نحن خزان الله في أرضه وسمائه، وأنا أحيي وأنا أميت، وأنا حيٌّ لا أموت.

“Kami adalah para penjaga (kekayaan atau ilmu) Allah di bumi dan di langit, akulah yang menghidupkan dan akulah yang mematikan, serta aku senantiasa hidup dan tidak akan pernah mati.”([5])     

 

Ulama’-ulama’ agama Syi’ah juga meriwayatkan bahwa pada suatu hari Ali bin Abi Thalib t mengucapkan salam kepada matahari dengan berkata:

السلام عليكِ يا خلق الله الجديد المطيع له.

“Semoga keselamatan senantiasa menyertaimu, wahai makhluq Allah yang senantiasa baru dan taat kepada-Nya.” Tak lama kemudian terdengar dari arah langit suara gemuruh dan jawaban dari arah langit:

وعليك السلام يا أول يا آخر يا ظاهر يا باطن يا من هو بكل شيء عليم

“Semoga keselamatan senantiasa menyertaimu juga, wahai yang pertama, wahai yang akhir, wahai zhahir (yang menguasai), wahai yang batin (dekat) dan wahai yang mengetahui segala sesuatu.”([6])    

 

Saudaraku, anda adalah seorang yang beriman kepada Al Qur’an, maka coba bandingkan riwayat ini dengan firman Allah Ta’ala berikut:

]هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ [ الحديد 3

“Dialah yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir (Maha Tinggi atas segala sesuatu)  dan Yang Batin (Maha Dekat) dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” Al Hadid 3

 

Saudaraku ! Coba anda bayangkan, kira-kira apa yang akan dilakukan oleh orang yang lemah iman dan dangkal pengetahuan ketika mendengar atau membaca riwayat-riwayat ini?

 

Saudaraku! mungkin anda masih ingat dongeng-dongeng pewayangan Hindu atau Buda, nah menurut anda, apa perbedaan antara dongeng pewayangan tersebut dari doktrin-doktrin agama Syi’ah ini?

 

Saudaraku! bandingkan riwayat-riwayat agama Syi’ah tentang imam-imam mereka di atas, dengan firman Allah Ta’ala berikut yang mengisahkan tentang jati diri Nabi Muhammad r:

]قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا {20} قُلْ إِنِّي لا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلاَ رَشَدًا {21} قُلْ إِنِّي لَن يُجِيرَنِي مِنَ اللَّهِ أَحَدٌ وَلَنْ أَجِدَ مِن دُونِهِ مُلْتَحَدًا [ الجن 20-23

“Katakanlah : “Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya”. Katakanlah: “Sesungguhnya ku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatan kepadamu dan tidak pula sesuatu kemanfaatan”. Katakanlah:  “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun yang dapat melindungiku dari (adzab) Allah dan sekali-kali tiada akan memperoleh tempat berlindung selain darinya.” Al Jin 20-22.

 

  • Ucapan para imam setara dengan ayat atau hadits Nabi r.

Kultus para penganut agama Syi’ah terhadap para imamnya tidak hanya diwujudkan pada dua hal di atas. Sebagai kelanjutan dari dua aplikasi kultus di atas, dijadikannya setiap perbuatan dan ucapan para imam mereka sebagai dasar hukum. Mereka meyakini bahwa ucapan para imam mereka sederajat dengan hadits Nabi r, dan bahkan sederajat dengan ayat-ayat Al Qur’an.

 

Hammad bin Utsman meriwayatkan dari Abu Abdillah Ja’far bin Muhammad, ia berkata:

حديثي حديث أبي، وحديث أبي حديث جدي، وحديث جدِّي حديث الحسين، وحديث الحسين حديث الحسن وحديث الحسن حديث أمير المؤمنين عليه السلام، وحديث أمير المؤنين حديث رسول الله صلى الله عليه وآله قول الله عز وجل.

“Ucapanku adalah ucapan ayahku, ucapan ayahku adalah ucapan kakekku, ucapan kakekku adalah ucapan Al Husain, ucapan Al Husain adalah ucapan Al Hasan, ucapan Al Hasan adalah ucapan Amirul Mukminin (ali bin Abi Thalib) ‘alaihissalaam, ucapan Amirul Mukminin adalah sabda Rasulullah shallahu ‘alaihi wa aalihi, dan ucapan Rasulullah adalah firman Allah Azza wa Jalla.”([7])  

 

Al Maazandarny menjelaskan maksud dari rantai persamaan ini dengan berkata:

إن حديث كل واحد من الأئمة الطاهرين قول الله عز وجل، ولا اختلاف في أقوالهم كما لا اختلاف في قوله تعالى. وجه الاتحاد ظاهر لمن له عقل سليم وطبع مستقيم؛ لأن الله  عز وجل وضع العلم والأسرار في صدر النبي صلى الله عليه وآله، ووصعه النبي في صدر علي عليه السلام، وهكذا من غير تفاوت واختلاف في الكمية والكيفية.

“Sesungguhnya ucapan masing-masing imam yang suci adalah firman Allah Azza wa Jalla, tiada perselisihan tentang ucapan mereka, sebagaimana tidak ada perselisihan tentang firman Allah Ta’ala. Sisi persamaan sangatlah jelas bagi orang yang berakal sehat dan tabiat yang lurus. Yang demikian itu karena Allah Azza wa Jalla telah menempatkan seluruh ilmu dan rahasia dalam dada Nabi shalallahu ‘alaihi wa ‘alihi, dan selanjutnya nabi menempatkannya di dada Ali (bin Abi Thalib) ‘alaihissalaam, dan demikianlah seterusnya, tanda ada perbedaan dalam hal kuantitas atau kualitas.”([8])  

 

Mungkin anda berkata: Ah, ini kan riwayat yang ada pada kitab-kitab penganut Syi’ah zaman dahulu, yang mungkin telah ditinggalkan oleh para penganut syi’ah zaman sekarang.

 

Saudaraku! Praduga anda ini ternyata tidak benar, karena riwayat ini dinukil juga oleh At Thabaathaba’i wafat tahun 1402 H, dalam kitab tafsirnya Al Mizaan.

Bahkan Ayatullah Al Khumainy dengan tanpa rasa sungkan menyatakan:

إن تعاليم الأئمة كتعاليم القرآن، لا تخص جيلا خاصاً وإنما هي تعاليم للجميع في كل عصر ومصر وإلى يوم القيامة، يجب تنفيذها واتباعها.

“Sesungguhnya ajaran para imam sama halnya dengan ajaran Al Qur’an, tidak diperuntukkan khusus bagi generasi tertentu. Ajaran para imam adalah ajaran yang berlaku untuk semua, di setiap masa, negri dan hingga hari qiyamat wajib diterapkan dan dijadikan panutan.”([9])

 

Saudaraku! Coba bandingkan doktrin agama Syi’ah ini dengan petuah dua imam berikut:

 

Imam Malik bin Anas –pendiri mazhab maliki- berkata:

كل أحد يؤخذ من قوله ويترك، إلا صاحب هذا القبر e

“Setiap manusia boleh diikuti perkataan (pendapat)nya, dan juga boleh ditinggalkan, kecuali penghuni kuburan ini e (yaitu Nabi e). ([10])

 

Imam As Syafi’i, pendiri mazhab As Syafi’i yang kita anut sebagai warga negara Indonesia berkata:

إذا صح الحديث فاضربوا بقولي الحائط

“Bila suatu hadits telah terbukti keshahihannya (keabsahannya), maka campakkanlah pendapatku ke dinding/pagar”. ([11])

 

 

[1] ) Tafsir Ibnu Katsir 1/679.

[2] ) Kasyful Asraar oleh Ayatullah Al Khumainy 173.

[3] ) Al Hukumah Al Islamiyyah oleh Ayatullah Al Khumainy 52.

[4] ) Bihaarul Anwaar oleh Al Majlisy 91/33, 99/255 .

[5] ) Idem 39/347.

[6] ) Kitab Salim hal: 453, Bihaarul Anwaar oleh Al Majlisy 41/180, Tafsir At Thobaathabaai 8/362,

[7] ) Al kaafy oleh Al Kulainy 1/53, Syarah Ushul Al Kaafy oleh Al Mazandaraany 2/2251/53, Bihaarul Anwaar oleh Ni’matullah Al Jazaa’iry 2/179, Wasaa’ilus Syi’ah oleh Al Huru Al ‘Aamily 27/83 & Al Mizaan Fi Tafsir Al Qur’an 19/33.

[8] ) Syarah Ushul Al Kafy oleh Al Maazandaraany 2/225.

[9] ) Al Hukumah Al Islamiyyah oleh Ayatullah Al Khumainy 113.

[10] ) Siyar A’alam An Nubala’ oleh Az Zahaby 8/93.

[11] ) Ibid 10/35.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *