Persaksian bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah Ta’ala adalah bagian dari dua kalimat syahadat : shallallahu ‘alaihi wa sallam
أشهد أ لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله
Dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat ini, seseorang masuk agama Islam. Akan tetapi, sekedar ikrar tanpa disertai oleh iman yang kokoh dan amalan yang benar-benar mencerminkan akan kandungannya, tidaklah berguna.
]إِذَا جَاءكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ[ المنافقون 1
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami bersaksi bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasulullah (utusan Allah)”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu adalah Rasul-Nya, dan Allah bersaksi bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” Al Munafiqun 1.
Kandungan ayat ini ditegaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
(أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ). رواه البخاري
وفي رواية لأحمد: (شَفَاعَتِى لِمَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مُخْلِصاً يُصَدِّقُ قَلْبُهُ لِسَانَهُ وَلِسَانُهُ قَلْبَهُ).
“Orang yang paling banyak mendapatkan syafaat kelak pada hari kiyamat adalah orang yang mengucapkan : laa ilaaha illallahu (tiada sesembahan yang berhak untuk diibadahi selain Allah) dengan tulus dari sanubarinya atau jiwanya.” Riwayat Imam Al Bukhary.
Pada riwayat Imam Ahmad, disebutkan: “Syafa’atkku diperuntukkan bagi orang yang bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah, dengan tulus; hatinya membenarkan lisannya dan sebaliknya, lisannya membenarkan hatinya.”
Inilah iman, dan inilah islam, adapun orang yang bersaksi dengan lisan, sedangkan hati atau amalannya mendustakan, maka itu hanyalah bentuk kemunafikan.
Inilah yang mendasari Al Hasan Al Bashry berkata:
إِنَّ الاِيْمَانَ لَيْسَ بِالتَّحَلِّى وَلاَ بِالتَّمَنِّي، إِنَّمَا الإِيْمَانُ مَا وَقَرَ فِي القَلْبِ وَصَدَّقَهُ العَمَلُ.
“Sesungguhnya iman itu tidaklah hanya sekedar slogan, tidak pula sekedar angan-angan, sesungguhnya iman adalah sesuatu yang tertanam kokoh dalam hati dan dibuktikan oleh amalan”.([1])
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada seluruh umat manusia untuk menyeru mereka dari peribadatan kepada sesama makhluq menuju kepada peribadatan kepada Allah Pencipta seluruh makhluq.
]وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ [ سبأ 28
“Dan Kami tidaklah mengutusmu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa kabar gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Saba’ 28.
Ibnu Jarir At Thabary menjelaskan ayat ini dengan berkata:
وما أرسلناك يا محمد إلى هؤلاء المشركين بالله من قومك خاصة، ولكنا أرسلناك كافة للناس أجمعين؛ العرب منهم والعجم، والأحمر والأسود، بشيرًا من أطاعك، ونذيرًا من كذبك
“Tidaklah Kami mengutusmu wahai Muhammad, hanya kepada orang-orang yang menyekutukan Allah dari kaummu saja. Akan tetapi Kami mengutusmu kepada seluruh umat manusia, bangsa arab dan juga non arab, yang berkulit putih dan juga kepada yang berkulit hitam. Engkau berperan sebagai pembawa kabar gembira bagi orang yang menaatimu dan pemberi peringatan bagi orang yang mendustakanmu.”([2])
Diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seluruh umat manusia, merupakan salah satu keistimewaan beliau dibanding nabi-nabi lainnya.
عن جابر بن عبد الله قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (أعطيت خمسا لم يعطهن أحد من الأنبياء قبلي، نصرت بالرعب مسيرة شهر، وجعلت لي الأرض مسجدا وطهورا، وأيما رجل من أمتي أدركته الصلاة فليصل، وأحلت لي الغنائم، وكان النبي يبعث إلى قومه خاصة، وبعثت إلى الناس كافة، وأعطيت الشفاعة). متفق عليه
Diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdillah, ia menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Aku telah diberi lima hal (kelebihan/keistimewaan) yang tidak pernah diberikan kepada seorang nabi-pun sebelumku, yaitu: Aku di beri pertolongan dengan rasa takut (yang dicampakkan di hati musuh-musuhku, walau mereka masih sejauh) perjalanan satu bulan, dan bumi dijadikan untukku sebagai masjid ( tempat shalat) sekaligus alat untuk bersuci, sehingga barang siapa dari umatku yang mendapatkan waktu shalat, maka hendaknya ia segera mendirikan shalat (dimanapun ia berada), dan dihalalkan bagiku harta rampasan perang, dan dahulu para nabi diutus hanya kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia, dan (yang kelima) aku dikaruniai As Syafa’at.” (Muttafaqun ‘alaih).
Keistimewaan ini selaras dengan dijadikannya beliau sebagai penutup para nabi dan rasul, sehingga tidak ada lagi nabi atau rasul sepeninggal beliau.
]مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا [ الأحزاب 40
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang lelaki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Al Ahzaab 40
Adapun misi yang diembankan kepada beliau dan juga kepada nabi-nabi sebelumnya adalah: menyeru umat manusia untuk beribadah hanya kepada kepada Allah Ta’ala semata, dan meninggalkan segala peribadatan kepada selain-Nya. Inilah misi utama para rasul dan nabi.
]وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ [ النحل 36.
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orng-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). An Nahel 36
Pada ayat lain Allah Ta’ala berfirman:
]وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّ نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُونِ [ الأنبياء 25
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasannya tidak ada Tuhan (yang berhak diibadahi) melainkan Aku, maka hendaknya kamu sekalian menyembah Aku.” Al Anbiya’25.
Ayat ini semakna dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
(أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا عَصَمُوا مِنِّى دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ). متفق عليه
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia, hingga mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat. Jika mereka telah menunaikan itu semua, maka mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan amal mereka atas Allah”. Muttafaqun’alaihi.
Persaksian ini benar-benar harus kita wujudkan dalam kehidupan nyata, dalam keyakinan, ucapan dan amalan. Dan diantara bagian dari aplikasi syahadat Muhmmad Rasulullah ialah meyakini bahwa beliau telah mengajarkan dan menyampaikan seluruh syari’at Islam kepada umatnya. Tidak ada sedikitpun dari syari’at Islam yang disembunyikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tegaklah tauhid, berkat dakwah beliaulah, umat manusia mengenal Allah dan dapat beribadah kepada-Nya dengan benar.
Oleh karena itu pada saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di padang Arafah, beliau bertanya tentang hal ini kepada para sahabatnya:
(أَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّى فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟) قَالُوا: نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ. فَقَالَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى السَّمَاءِ وَيَنْكُتُهَا إِلَى النَّاسِ: (اللَّهُمَّ اشْهَدِ اللَّهُمَّ اشْهَدْ ) ثَلاَثَ مَرَّاتٍ رواه مسلم
“Kalian pasti akan ditanya tentang aku, maka apa yang akan kalian katakan? Para sahabat menjawab:Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan, menunaikan dan mengemban risalah dengan sempurna tanpa ada sedikitpun campuran. Lalu beliau mengisyaratkan dengan telunjuknya ke arah langit lalu menunjuk ke arah para sahabatnya: “Ya Allah, persaksikanlah, Ya Allah persaksikanlah (sebanyak tiga kali).” Riwayat Muslim.
Bila kita telah mengetahui sekelumit kandungan syahadat Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka saya mengajak anda untuk menengok kepada idiologi agama Syi’ah. Dengan demikian, kita dapat mengenal jati diri agama Syi’ah yang sebenarnya:
Ayatullah Al Khumainy dalam kitabnya Kasyful Asraar berkata:
لقد أثبتنا في بداية هذا الحديث بأن النبي أحجم عن التطرق إلى الإمامة في القرآن، لخشيته أن يصاب القرآن بالتحريف، أو أن تشتد الخلافات بين المسلمين، فيؤثر ذلك على الإسلام.
“Telah kami buktikan pada awal pembahasan ini, bahwa Nabi menahan diri dari membicarakan masalah al imaamah (kepemimpinan) dalam Al Qur’an;([3]) karena beliau khawatir Al Qur’an akan diselewengkan, atau timbul perselisihan yang sengit di tengah-tengah kaum muslimin, sehingga hal itu berakibat buruk bagi masa depan agama Islam.”([4])
Al Khumainy belum merasa cukup dengan menuduh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa gentar untuk menyampaikan ayat-ayat imaamah kepada umatnya. Ia dengan tanpa merasa bersalah menuduh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penyebab terjadinya seluruh perpecahan dan peperangan yang terjadi sepeninggal beliau:
وواضح بأن النبي لو كان قد بلغ بأمر الإمامة طبقا لما أمر به الله، وبذل المساعي في هذا المجال، لما نشبت في البلدان الإسلامية كل هذه الاختلافات والمشاحنات والمعارك، ولما ظهرت ثمة خلافات في أصول الدين وفروعه.
“Sangat jelas bahwa andai Nabi telah menyampaikan perihal imaamah (kepemimpinan), sebagaimana yang diperintahkan Allah kepadanya, dan ia benar-benar mengerahkan segala upayanya dalam urusan ini, niscaya tidak akan pernah terjadi berbagai perselisihan, persengketaan dan peperangan ini di seluruh belahan negri islam. Sebagaimana di sana tidak akan muncul perselisihan dalam hal ushul (prinsip) dan juga cabang furu’ (cabang) agama.”([5])
Tokoh agama Syi’ah lain pada zaman sekarang, yang diberi julukan Ayatullah Syihabuddin An Najafy juga menekankan ucapan Al Khumainy di atas, ia berkata:
إن النبي r ضاقت عليه الفرصة، ولم يسعه المجال لتعليم جميع أحكام الدين …. وقد قدم الاشتغال بالحروب على التمحص ببيان تفاصيل الأحكام …. لا سيما مع عدم كفاية استعداد الناس في زمنه لتلقي جميع ما يحتاج إليه طول قرون.
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kekurangan waktu, dan kesempatan yang beliau miliki tidak cukup untuk menjelaskan seluruh hukum-hukum agama. …..Beliau lebih mendahulukan urusan peperangan dibanding menjalankan tugas menyampaikan perincian hukum….Terlebih-lebih kesiapan masyarakat yang hidup pada masa beliau tidak cukup untuk menerima segala perincian hukum yang dibutuhkan manusia sepanjang masa.”([6])
Demikianlah pandangan dan keyakinan agama Syi’ah tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Apa yang diungkapkan oleh pemuka-pemuka agama Syi’ah ini sebenarnya hanyalah modernisasi bahasa semata dari berbagai riwayat dari para imam mereka. Berikut saya sebutkan beberapa riwayat dari imam-imam agama Syi’ah, yang mendukung statemen Ayatullah Al Khumainy di atas:
Al Kulaini meriwayatkan bahwa Imam Abu Abdillah Ja’far As Shaadiq, menyatakan:
لو لا نحن ما عبد الله
“Andai bukan karena kami, niscaya Allah tidak akan pernah diibadahi.” ([7])
Tidak cukup hanya sampai di situ, mufti mereka pada zaman dinasti As Shafawiyyah menambahkan riwayat di atas menjadi:
لو لا هم، ما عرف الله ولا يدرى كيف يعبد الرحمن
“Andai bukan karena para imam, niscaya Allah tidak akan dikenal, dan tidak akan ada yang tahu bagaimana beribadah kepada Ar Rahmaan (Allah).”([8])
Karena mungkin belum puas dengan kedudukan yang sudah sedemikian luar biasa ini, Al Majlisy yang wafat pada tahun 1111 H meriwayatkan dari Abu Abdillah Ja’far As Shadiq riwayat berikut:
ما من نبي نبئ ولا رسول أرسل إلا بولايتنا وتفضيلنا على من سوانا
“Tidaklah ada seorang nabipun yang menjadi nabi dan tidak pula seorang rasul yang diutus melainkan dengan mengemban tugas menyampaikan kedudukan kami sebagai wali dan keutamaan kami diatas selain kami.”([9])
Dan karena mungkin Al Kulainy merasa belum puas dengan kedudukan yang demikian spektakuler, sehingga ia masih perlu untuk meriwayatkan dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain, riwayat berikut:
نحن حجة الله ونحن باب الله ونحن لسان الله ونحن وجه الله ونحن عين الله في خلقه ونحن ولاة أمر الله في عباده
“Kami adalah hujjah Allah ditengah-tengah makhluq-Nya, kami adalah pintu Allah, kami adalah lisan Allah, kami adalah wajah Allah, kami adalah mata Allah di tengah-tengah makhluq-Nya dan kami adalah penanggung jawab terhadap Allah atas segala urusan makhluq-Nya.”([10])
Mungkin belum juga puas dengan kedudukan di atas, mereka masih perlu untuk merekayasa riwayat dari Abu Abdillah Ja’far As Shadiq, bahwa ia menafsirkan ayat berikut:
]وَمَا ظَلَمُونَا وَلَـكِن كَانُواْ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ [ البقرة 57
“Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri sendiri.” dengan berkata:
إن الله تعالى أعظم وأعز وأجل وأمنع من أن يظلم، ولكنه خلطنا بنفسه فجعل ظلمنا ظلمه وولايتنا ولايته
Sesungguhnya Allah Ta’ala Lebih Agung, Lebih Perkasa, Lebih Besar, dan Lebih Kuasa untuk bisa dianiaya, akan tetapi Allah menyatu dengan kami, makanya, Dia menjadikan perbuatan aniaya terhadap kami sebagai perbuatan aniaya terhadap-Nya,dan pembelaan terhadap kami sebagai pembelaan terhadap-Nya.” ([11])
Mungkin karena Muhammad Baqir Al Majlisy merasa belum cukup tinggi kedudukan para imamnya, sehingga ia berusaha meninggikan lagi kedudukan mereka. Simaklah salah satu bab yang ia tuliskan dalam kitabnya Bihaarul Anwaar:
باب: تفضيلهم عليهم السلام على الأنبياء وعلى جميع الخلق وأخذ ميثاقهم عنهم وعن الملائكة وعن سائر الخلق وأن أولي العزم إنما صاروا أولى العزم بحبهم صلوات الله عليهم
“Bab: Penjelasan tentang keunggulan para imam ‘alaihimussalaam dibanding seluruh para nabi dan seluruh umatmanusia. Telah diambil janji mereka, juga dari para malaikat dan seluruh makhluq. Dan bahwasannya para ulul ‘azmy mendapatkan kedudukan mulia ini hanya karena kecintaan mereka kepada para imam, shalawaatullah ‘alaihim.([12])
Selanjutnya, Al Majlisy di bawah bab ini menyebutkan 88 riwayat dari para imamnya. Berikut salah satu contoh riwayat yang ia sebutkan:
عن أبي عبد الله عليه السلام: ما من نبي نبئ ولا رسول أرسل، إلا بولايتنا وتفضيلنا على من سوانا .
Dari Abu ABdillah ‘alaihissalam: tiada seorang nabi yang dinobatkan sebagai nabi, tidak pula seorang rasul yang menjadi rasul melainkan dengan membawa misi menyampaikan kewalian kami, dan keutamaan kami atas selain kami.
Saudaraku, apa perasaan anda setelah membaca riwayat-riwayat ini?
Sebagai orang yang beriman, mungkinkah kiranya anda mempercayai doktrin Syi’ah bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam gagal mengemban risalah dan yang berhasil mengembannya adalah para imam-imam Syi’ah?
[1] ) Riwayat Ibnu Abi Syaibah 6/163 & Ibnu Batthah 3/120.
[2] ) Tafsir Ibnu jarir At Thobary 20/405 & Tafsir Al baghawi 6/399.
[3] ) Subhanallah, Al Khumainy menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kebebasan untuk tidak menyampaikan masalah al Imaamah , seakan-akan ia beranggapan bahwa Al Qur’an adalah hasil karya nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[4] ) Kasyful Asraar oleh Al Khumainy 149.
[5] ) Idem 155.
[6] ) Syihabuddin An Najafy wa ta’liqaatuhu ‘Ala Ihqaaqi Al Haq 2/288-289.
[7] ) Al Kafy oleh Al Kulainy 1/144.
[8] ) Bihaarul Anwaar 35/29.
[9] ) idem 26/281.
[10] ) Idem 1/145.
[11] ) Al Kaafy oleh AL Kulainy 1/146, Bihaarul Anwar oleh Al Majlisy 24/222 dan Al Anwar Allaami’ah Fi Syarah Az Ziyarah Al Jaami’ah oleh Abdullah As Syiber Al Khu’i 144.
[12] ) Bihaarul Anwaar oleh Al Kulainy 26/267.